Skip to content

Balada The Real Garuda

November 9, 2012

Kisah The Real Garuda –Tim Nasional bentukan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia– di Australia mengundang gelak tawa, dari “salah” kostum hingga kelebihan jumlah pemain. Layak masuk rubrik Aneh Tapi Nyata

*******
Zulkifli Syukur tiba-tiba terjatuh. Kakinya kram. Sejumlah pemain tim nasional bentukan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia langsung merubungnya. Firman Utina yang siap mengambil tendangan sudut, menunggu. Iseng-iseng ia menghitung pemain lawan. Lha, kok, jumlahnya 12 orang!

Ia tak salah hitung. Pemain Queensland Christian Soccer Association (QSCA) yang menjadi lawan uji tanding mereka, ternyata memang berjumlah 12 orang. Alhasil, pertandingan yang telah berjalan 3 menit itu pun diulang. “Pantesan banyak sekali lawannya,” kata Abdul Rahman, salah seorang pemain tim nasional Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia yang ikut bermain. “Kami sih ketawa saja.”

Kisah unik itu bukan petikan cerita Opera Van Java, tapi sungguh terjadi saat tim nasional versi Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia binaan pelatih Alfred Riedl, yang berjuluk The Real Garuda, menantang QSCA di Perry Park Stadium, Brisbane, Queensland, Australia, 23 Oktober lalu. QSCA adalah tim sepak bola non divisi yang diperkuat para pemain non profesional.

Bahkan, sebelum kick off dimulai, Cristian Gonzales dan kawan-kawan sempat “salah kostum”. Saat itu para pemain baru masuk ke lapangan. Mereka memakai kostum berwarna putih-merah. Tapi ndilalah, pemain QSCA yang lebih dulu masuk lapangan, juga memakai kostum berwarna sama. Gonzales Cs pun balik lagi ke ruang ganti, mengganti kostum jadi merah-merah.

Kejadian ini membuat Hasyim Widhiarto, mahasiswa pascasarjana asal Indonesia yang menyaksikan langsung pertandingan tersebut dari tribun penonton, mesem-mesem. “Lucu. Ini pertandingan tim nasional yang paling aneh yang pernah saya lihat,” katanya. “Tapi ini benar-benar menghibur.”

Hasyim mengatakan sejak awal ia telah mengendus keanehan dalam pertandingan. Ia tiba di stadion sekitar satu jam sebelum laga dimulai. Saat itu ia mencari-cari bus yang mengangkut para pemain. Tapi lain yang dicari, lain pula yang datang. Karena para pemain tim nasional ternyata menyewa tiga taksi.

Uniknya, salah satu taksi itu sempat menyerempet kendaraan lain sebelum menuju stadion. Nah, pengendara yang mobilnya diserempat itu mengejar hingga ke stadion. Sempat terjadi keributan kecil. “Namun akhirnya mereka berdamai,” kata Hasyim.

Abdul Rahman membenarkan cerita ini. Menurutnya, insiden penyerempetan itu terjadi saat taksi akan menjemput para pemain yang menginap di Hotel Ibiss, tak jauh dari lokasi stadion. “Jadi waktu serempeten tidak ada pemain di mobil itu,” katanya.

Pertandingan sendiri berakhir untuk kemenangan tim nasional Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia dengan skor telak 9-0. Tapi, tunggu dulu, soal skor ini pun ternyata bisa jadi cerita lucu lainnya. Sebab pemain, penonton, dan asisten pelatih tak kompak menyebut angkanya.

Menurut Hasyim, skornya tak lebih dari 8-0. Tapi asisten pelatih Wolfgang Pikal menghitung skornya 9-0. Sementara Zulham Zamrun, pemain tim nasional, tak tahu berapa persisnya skor akhir pertandingan itu.

“Mungkin karena di stadion tidak ada papan skornya,” kata Hasyim. Maklum, Perry Park Stadium memang hanya stadion kecil tempat Brisbane Strikers FC, klub lokal, berlatih.

Asisten Pelatih, Wolfgang Pikal, mengakui keanehan “salah kostum” dan pemain lawan yang berjumlah 12 orang itu. Tapi ia tak mau ambil pusing. “Kurang koordinasi saja, mungkin karena tidak ada manager meeting,” katanya. “Lagipula ini hanya pertandingan uji coba.”

Tim nasional versi Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia terbang ke Australia pada 15 Oktober. Alfred Riedl mengagendakan sedikitnya 4 pertandingan uji coba melawan tim-tim di sana, termasuk melawan Brisbane Roar, tim yang dimiliki keluarga Bakrie.

Lawatan ke Australia ini sebagai persiapan mereka sebelum Piala AFF yang akan digelar 24 November – 22 Desember 2012. Namun setibanya di Brisbane, para pemain hanya berlatih tanding dua kali, yakni melawan QSCA.

Pada laga pertama yang digelar 18 Oktober, Firman Cs menang telak 8-0. Pada laga kedua mereka, anggap saja, menang 9-0. Adapun jadwal melawan Brisbane Roar batal. “Karena jadwal mereka padat dan kami harus pulang lebih cepat,” kata Pikal.

Uniknya, saat terbang ke Australia, sejumlah pemain mengaku tak tahu siapa calon lawan mereka. “Waktu terbang ke Australia, saya belum tahu siapa lawan kami nanti,” kata Zulham. Hal senada disampaikan Abdur Rahman. “Saya juga tidak tahu. Saya cuma datang lalu berangkat.”

Pihak Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia ternyata memang baru menghubungi QSCA pada 16 Oktober. Ini terungkap melalui laman resmi QSCA. Artinya, QSCA hanya punya waktu kurang dari 48 jam untuk menyiapkan tim. Dengan persiapan dadakan, bisa dimaklumi jika mereka dipecundangi habis-habisan. “Apalagi,” kata Hasyim, “Para pemain mereka bukan pemain profesional.”

Meski kalah telak, namun manajemen QSCA tetap memajang foto-foto pertandingan di laman facebook mereka seusai pertandingan pertama. Tapi, sehari kemudian, laman facebook itu mendadak tak bisa diakses. Mereka menulis, “Demi semua pihak, kami menghapus semua foto pertandingan skuad QSCA melawan Tim Berkostum Merah.”

Manajemen QSCA juga merevisi nama tim nasional Indonesia menjadi tim yang berkostum merah. Apa yang terjadi? Ternyata Asosiasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF) telah memutuskan bahwa tim nasional Indonesia yang sah dan yang akan ambil bagian dalam Piala AFF 2012 adalah tim nasional bentukkan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, bukan tim “berkostum merah” yang foto-fotonya mereka pajang di laman facebook mereka.

Keputusan AFF ini keluar pada 14 Oktober 2012, namun baru diumumkan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia dua hari kemudian. Sejumlah pemain yang terbang ke Australia juga tak mengetahui keputusan AFF ini. “Saya tidak tahu, jadi saya semangat-semangat saja,” kata Hasyim Kipuw. Ia baru mengetahui keputusan itu setelah mereka tiba di Jakarta pada 25 Oktober.

Keputusan AFF itu membuyarkan harapan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia membawa tim nasional bentukan mereka ke pentas Piala AFF. Saat ini, kata Pikal, para pemain sudah dikembalikan ke klub masing-masing. Bahkan Alfred Riedl juga telah bersiap balik kanan ke Austria. “Karena sudah tidak ada kegiatan,” kata Pikal. “Mungkin nanti dia balik lagi sebelum Piala AFF.”

Para pemain pun pasrah. Abdur Rahman, misalnya, mengaku tak ingin ikut campur soal keputusan AFF tersebut. “Kalau memang benar tim nasional PSSI yang ikut, ya sudah,” katanya. Sementara Firman Utina enggan berkomentar. “Untuk soal itu,” kata Firman, “Saya tidak berkomentar dulu.”

Anggota Komite Eksekutif Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia, Djamal Aziz, mengatakan tak bisa ikut Piala AFF bukan persoalan besar. “Tidak masalah,” kata dia, “Toh Piala AFF itu tidak masuk agenda resmi FIFA.”

Meski tak masuk agenda resmi FIFA, toh Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia bela-belain mengirim tim nasional versi mereka ke Australia..

_DW_
sumber foto

Baca juga:
Wangsit dari Paris
Saat Kecil, Messi Ternyata Hobi Nyontek
Tato di Bahu Leo
Panggung Sandiwara Suarez

5 Comments leave one →
  1. November 14, 2012 2:19 am

    hahahahaha bikin sakit perut gan XD

  2. ohara permalink
    November 15, 2012 1:43 am

    wah lumayan bisa jadi bahan lawakan ovj……. siip bagus tulisannya

Trackbacks

  1. Wangsit dari Paris « Rumah Angin

Leave a reply to juancouk Cancel reply