Skip to content

Kutukan Catenaccio

June 28, 2012

Jerman bisa saja menjelma menjadi panser yang sulit dibendung. Tapi ‘tongkat sihir’ tetap berada di tangan Italia. ‘Mantra’ catenaccio, yang selama ini menjadi pamungkas Italia, selalu sukses membuat Der Panzer –julukan untuk tim nasional Jerman– mogok di turnamen besar.

Italia, misalnya, mengandaskan Jerman di semi final Piala Dunia 1970 dan final Piala Dunia 1982. Pil pahit kembali harus ditelan Jerman saat didepak Italia di semi final Piala Eropa 2006.

Dari 30 kali pertemuan, Italia meraih 14 kemenangan. Sementara Jerman hanya 7 kali. Sisanya berakhir seri. Tumpukkan kekalahan inilah yang membuat catatan sejarah bagai kutukan bagi Jerman.

Tapi siapa peduli sejarah? Pelatih tim nasional Jerman, Joachim Loew, tak ambil pusing dengan semua catatan kelam itu. Baginya, sepak bola adalah soal menatap ke depan. “Itu semua masa lalu,” katanya. “Kami tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi.”

Italia dan Jerman akan kembali bertemu di National Stadium, Warsawa, Polandia, Jumat dinihari nanti. Loew mengakui beberapa pemain yang pernah ditekuk Italia di semi final Piala Eropa 2006 masih bermain saat ini. “Masa lalu takkan memengaruhi kami. Mereka akan tampil tanpa harus memikul beban sejarah,” katanya.

Der Panzer saat ini memang berbeda. Kehadiran Mesut Oezil, Sami Khedira, Lars Bender, Neur, dan Marco Reus mengubah gaya konservatif Jerman. Suntikan darah muda membuat Jerman tampil trengginas tanpa harus menanti ‘mesin’ panas.

Hasilnya, mereka tampil perkasa di penyisihan Grup B dengan menggilas Portugal, Denmark, dan Belanda di penyisihan Grup B. Der Panzer juga melibas Yunani di perempat final. Dan kini mereka menyasar Italia, musuh bebuyutan yang selalu ‘dibela’ sejarah.

“Kami memang selalu kesulitan saat melawan Italia,” kata Loew. “Apalagi di bawah Prandelli (pelatih Italia) mereka tampil lebih segar dan agresif. Saya tidak pernah melihat penampilan mereka seperti saat ini.”

Jogi, panggilan Joachim Loew, memprediksi Italia akan menurunkan skuad muda untuk mengimbangi permainan cepat Jerman. “Prandelli akan merestruktur timnya. Tapi kami tidak akan merubah permainan kami secara dramatis. Sebab ini akan krusial,” katanya.

Loew mengakui akan sangat sulit menembus barisan belakang Italia. Pola bertahan ala catenaccio seperti rangkaian gerendel yang lentur tapi sangat kuat. Bahkan juara bertahan Spanyol pun mati-matian menembusnya. “Saya mencari kelemahan yang ada di Italia,” katanya.

Kelemahan itu, kata Loew, berada di pemain kunci Italia: Andrea Pirlo. Jenderal lapangan tengah Italia ini adalah pusat gravitasi The Azzurri. Mengunci mati pergerakan Pirlo akan membuat Italia limbung. “Kami sudah mengetahui gaya bermainnya. Sebisa mungkin kami akan coba mematikannya.”

Tapi tak mudah menjegal Pilro. Skill ‘tingkat dewa’ membuat bola selalu lengket di kakinya. Mobililitasnya juga sangat tinggi. Satu lagi, pemain berusia 33 tahun ini selalu menemukan celah untuk memberikan umpan maut ke lini depan.

Selain itu Cesare Prandelli juga telah menyiapkan menu khusus untuk Jerman yang akan membuat fokus mereka terbelah, yaitu dengan skema permainan menyerang. “Kami lebih memilih kebobolan melalui serangan balik daripada terus-menerus dibombardir selama 20 menit,” katanya.

Melawan Jerman, kata Prandelli, tim harus memperbanyak peluang. Caranya dengan terus menekan, mencari celah, dan memberi umpan-umpan terobosan. Kerjasama antar lini dan kerapatan para pemain akan menjadi kunci sukses catenaccio. “Jika tim bisa menciptakan 30 peluang, mereka akan memenangkan 9 dari 10 pertandingan,” katanya.

Ucapan Prandelli agaknya merujuk ke pertemuan kedua tim. Keduanya telah 30 kali bertemu dan dalam 10 pertandingan terakhir, Jerman hanya menang sekali. Kalkulasi historis, Italia memang di atas angin. Tapi bola punya cara sendiri untuk menuliskan sejarah.

Warsawa, Jumat dinihari nanti, akan menjadi saksi apakah kutukan catenaccio akan lenyap atau justru memperpanjang sejarah kelam Jerman.

DAILY MAIL | GUARDIAN | GOAL | DW

Koran Tempo 28/06/12

No comments yet

Leave a comment